Langsung ke konten utama

KEPERGOK

           Aku dan Oriza teman sebangku. Oriza manis, berperawakan agak pendek berisi dan berkulit putih. Matanya cenderung kecoklatan. Rambutnya sebahu dan agak bergelombang. Istilah kami "rambut ba holven." Temanku ini punya pembawaan yang luwes sehingga banyak cowok yang naksir dia. Baik itu teman sekelas atau kelas lain. Bisa dikatakan idola begitu.

          Usai Magrib Oriza datang ke rumahku untuk memberitahu agar besok saya siapkan baju ganti dari rumah. Katanya kami mau nonton ke bioskop dan dia yang akan bayar harga tiket.Ow, why not, dengan senang hati pikirku. "Besok, sebelum ke bioskop kita ke rumahku dulu pamit sama mamaku", ujar Oriza. "Bilang kita pergi belajar kelompok begitu",  Oriza  menjelaskan dan aku pun hanya terdiam. Aku terus berpikir malam itu karena ada skenario yang harus aku jalankan esok.

          Seusai sekolah lakon yangtelah diatur oleh Oriza berjalan mulus. Kami langsung ke bioskop dengan pakaian casual seperti biasanya anak remaja kebanyakan. Di sana ternyata Irfan telah menunggu di depan pintu parkir masuk area bioskop. Oh, ini toh cowok barunya Oriza kataku dalam hati. Setelah mengaitkan helm di motor kami langsung menuju ke cafe dulu yang letaknya pas di samping bioskop. Irfan memesan minuman dan stick pisang. Kami menunggu sejenak sambil ngobrol dan tertawa. Tidak lama kemudian pesanan datang yang diantar oleh seorang pelayan cafe. "Silahkan mumpung masih panas", ujarnya ramah. Aku memang tidak melihat wajah pelayan itu karena memakai masker. Namun aku kok seperti mengenal suaranya, siapa ya? pikirku. "Hey, kamu kenapa mendadak panik seperti itu", tanya Oriza menatapku heran. Aku tidak menjawab dan mengerling sedikit ke arah pelayan tadi. Oriza mengikuti kerlinganku. Tanpa berpikir dua kali Oriza berdiri sambil membawa minuman yang masih tersisa keluar dan diikuti oleh Irfan dan diriku. Ternyata pelayan itu adalah guru Seni Suara di sekolahku. OMG.

Komentar

  1. Pentigraf yang manis sekali, twistnya bagus dan tak terduga. kayaknya ini pengalaman penulis dech. Selamat ya. Keren.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya jadi malu🤗🙏 nampak gaya orang jadul...tahun delapan puluhan 🙏👍

      Hapus
  2. Hahhhh. Kok bisa guru seni ndobel jadi pelayan kafe?

    BalasHapus
  3. Siapa yang tidak kaget? Saya juga jika menjadi kalian, pasti kaget juga, Oriza!

    BalasHapus
  4. Ga nyangka banget yah anak2..?
    Knp Oriza dkk pd takut yah? Kan gak bolos hehe.. tp kalo anak dulu(kita2) mmng ketemu guru itu sungkan gimana gituh, coba anak sekarang, pasti lain responnya.

    BalasHapus
  5. Bunda... Waduh bisa begitu anak2 sekarang. Kalau kita dahulu bertemu guru ada perasaan malu/sopan.Tulisannya keren...

    BalasHapus
  6. Hihi.. Jd ktaunan deh dm pak guru..

    BalasHapus
  7. Aduh ketahuan sama Pak Guru rasanya gimana gitu.

    BalasHapus
  8. ketahuan deh...
    Awalnya bingung juga memahaminya, kok tiba tiba ada Pak Guru..
    Namun setelah membaca komentar, baru paham,.... (beda jaman.. heheheh)

    BalasHapus
  9. Betul Bu....zaman kita waktu ABG suka malu kalau ketemu guru diluar sekolah. Anak zaman sekarang malah janjian nonton sama gurunya. Ini pengalaman saya juga. He..he... Ketahuan deh usia kita.

    BalasHapus
  10. Ending pentigraf yang wow. Akan lebih wow lagi jika ada clue di awal pentigraf. Jadi tidak akan ada kesan endingnya 'dipaksakan' atau 'ujug-ujug'. Tabik

    BalasHapus
  11. Terima kasih banyak atas kunjungan dan komentarnya Terutama buat pak Opin. Saya perlu belajar banyak lagi tentang clue 🙏

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSOK BAYANGAN (2)

    Tim pencari keberadaan Reza terus bergerak menghampiri bayangan yang dimaksud. Satu, dua, tiga hap! Mereka memastikan obyek yang nampak berwarna hitam dan sedang duduk. "Reza, iko mo?" (Reza, kamu itu?) Nenek Sadiyah merapat diikuti oleh ayah Rival dan beberapa yang lain. Semakin dekat semakin jelas. Disentuh. Ternyata itu adalah karung berisi sesuatu yang disandar di pinggir sungai dekat batu yang biasanya dipakai duduk. "Astaga!"  ucap Fari sedikit kecewa. Ini makanan kuda papa Syawal, biasa memang ditaruh di sini. Yang lain pun ikut loyo dengan drama pencarian yang penuh harap tadi. Rupanya Reza tidak ada. Sambil memutar akal mereka istirahat dulu di bangku - bangku milik tante Patoma yang biasa jualan kopi di tepi sungai siang hingga sore hari. "Berimbamo hii, ledo ria Reza nikava nabobayamo," kata nenek Sadiyah dalam bahasa Kaili. Artinya "Bagaimana ini, Reza tidak ditemukan sementara sudah menjelang Subuh." Memang saat itu waktu menunju...

NIHIL

  Setelah menyorotkan cahaya senter ke sekeliling dalam dan luar warung, Ayah Rival yang sering dipanggil dengan 'Tata' belum menemukan tanda ada orang lain di sekitar itu selain mereka. Lalu, yang didengar Fari tadi apa? Khayalan atau memang sebuah bisikan gaib? Tanda tanya besar untuk semua ini. Dengan harapan apa yang didengar Fari tadi adalah dengkuran Reza, nenek Sadiyah terus memanggil nama Reza. Suaranya memecah keheningan yang menyelimuti saat itu. Di tepi sungai, tengah malam  hingga menjelang Subuh seperti ini, siapa yang mau sebenarnya. Mending tidur di rumah. Kasur empuk dan peluk bantal sambil pakai buya (baca:sarung). Di k ejauhan terdengar ayam jago sudah mulai berkokok tanda Subuh menjelang. Deru sungai makin jelas merekam semua aktivitas mereka sejak beberapa jam yang lalu. Sementara target pencarian masih nihil. "Buuug, byurrr...terdengar dari arah bawah sungai. Suara apa itu? Semua menoleh dan saling memandang tanpa suara dalam keremangan Subuh. Ada yang...

PULANG (29)

Bila hati sudah tak suka, mau diapakan lagi. Seribu kali dipaksa pun mungkin tidak akan berhasil. Begitulah kira - kira kondisi hati Reza saat itu. Ia berusaha mengalihkan perhatiannya pada kegiatan - kegiatan rutin di pondok. Namun, itu hanya ilusi sesaat. Penuh kepalsuan, pura - pura saja. Sekedar jaga image istilah anak - anak sekarang. Yang ada dalam ingatannya hanyalah situasi bebas dan nyaman di kampung nun jauh di sana. Kampung tercinta yang terletak di bantaran sungai Palu. Kampung yang masih alami meski letaknya tidak jauh dari ibu kota provinsi Sulawesi Tengah. Kampung itu sangat terkenal karena namanya. Nama khusus yang berasal dari nama sebuah pohon besar yaitu Nunu.  Pada zaman dahulu, zaman kakek dan nenek buyutnya  para bocil tiga sekawan hidup sebatang pohon besar di pinggir bukit di kampung itu. Namanya adalah Nunu dalam bahasa daerah setempat. Ternyata pohon tersebut adalah pohon Beringin. Dalam naungan pohon yang menjadi salah satu lambang dalam dasar negar...