Aku dan Oriza teman sebangku. Oriza manis, berperawakan agak pendek berisi dan berkulit putih. Matanya cenderung kecoklatan. Rambutnya sebahu dan agak bergelombang. Istilah kami "rambut ba holven." Temanku ini punya pembawaan yang luwes sehingga banyak cowok yang naksir dia. Baik itu teman sekelas atau kelas lain. Bisa dikatakan idola begitu.
Usai Magrib Oriza datang ke rumahku untuk memberitahu agar besok saya siapkan baju ganti dari rumah. Katanya kami mau nonton ke bioskop dan dia yang akan bayar harga tiket.Ow, why not, dengan senang hati pikirku. "Besok, sebelum ke bioskop kita ke rumahku dulu pamit sama mamaku", ujar Oriza. "Bilang kita pergi belajar kelompok begitu", Oriza menjelaskan dan aku pun hanya terdiam. Aku terus berpikir malam itu karena ada skenario yang harus aku jalankan esok.
Seusai sekolah lakon yangtelah diatur oleh Oriza berjalan mulus. Kami langsung ke bioskop dengan pakaian casual seperti biasanya anak remaja kebanyakan. Di sana ternyata Irfan telah menunggu di depan pintu parkir masuk area bioskop. Oh, ini toh cowok barunya Oriza kataku dalam hati. Setelah mengaitkan helm di motor kami langsung menuju ke cafe dulu yang letaknya pas di samping bioskop. Irfan memesan minuman dan stick pisang. Kami menunggu sejenak sambil ngobrol dan tertawa. Tidak lama kemudian pesanan datang yang diantar oleh seorang pelayan cafe. "Silahkan mumpung masih panas", ujarnya ramah. Aku memang tidak melihat wajah pelayan itu karena memakai masker. Namun aku kok seperti mengenal suaranya, siapa ya? pikirku. "Hey, kamu kenapa mendadak panik seperti itu", tanya Oriza menatapku heran. Aku tidak menjawab dan mengerling sedikit ke arah pelayan tadi. Oriza mengikuti kerlinganku. Tanpa berpikir dua kali Oriza berdiri sambil membawa minuman yang masih tersisa keluar dan diikuti oleh Irfan dan diriku. Ternyata pelayan itu adalah guru Seni Suara di sekolahku. OMG.
Pentigraf yang manis sekali, twistnya bagus dan tak terduga. kayaknya ini pengalaman penulis dech. Selamat ya. Keren.
BalasHapusSaya jadi maluπ€π nampak gaya orang jadul...tahun delapan puluhan ππ
HapusHahhhh. Kok bisa guru seni ndobel jadi pelayan kafe?
BalasHapusSiapa yang tidak kaget? Saya juga jika menjadi kalian, pasti kaget juga, Oriza!
BalasHapusGa nyangka banget yah anak2..?
BalasHapusKnp Oriza dkk pd takut yah? Kan gak bolos hehe.. tp kalo anak dulu(kita2) mmng ketemu guru itu sungkan gimana gituh, coba anak sekarang, pasti lain responnya.
jadi ingat oriza satifa..
BalasHapusPilihan diksinya tepat kepergok badalah
BalasHapusBunda... Waduh bisa begitu anak2 sekarang. Kalau kita dahulu bertemu guru ada perasaan malu/sopan.Tulisannya keren...
BalasHapusHihi.. Jd ktaunan deh dm pak guru..
BalasHapusAduh ketahuan sama Pak Guru rasanya gimana gitu.
BalasHapusketahuan deh...
BalasHapusAwalnya bingung juga memahaminya, kok tiba tiba ada Pak Guru..
Namun setelah membaca komentar, baru paham,.... (beda jaman.. heheheh)
Betul Bu....zaman kita waktu ABG suka malu kalau ketemu guru diluar sekolah. Anak zaman sekarang malah janjian nonton sama gurunya. Ini pengalaman saya juga. He..he... Ketahuan deh usia kita.
BalasHapusEnding pentigraf yang wow. Akan lebih wow lagi jika ada clue di awal pentigraf. Jadi tidak akan ada kesan endingnya 'dipaksakan' atau 'ujug-ujug'. Tabik
BalasHapusTerima kasih banyak atas kunjungan dan komentarnya Terutama buat pak Opin. Saya perlu belajar banyak lagi tentang clue π
BalasHapus