Langsung ke konten utama

Anisa


          Di perusahaan itu hanyalah Ranti yang paling mengerti dirinya. Kepribadian Anisa yang cenderung tertutup membuat banyak karyawan lain kurang bergaul dengannya. Ranti memang sudah bekerja lebih dari setahun di perusahaan pengolah rotan tersebut. Sedangkan Anisa baru masuk sekitar enam bulan yang lalu. Sebenarnya Ranti tidak begitu sreg bergaul dengan Anisa. Bila diajak sering menolak. Bila tidak diajak kasihan, dia seorang diri.

          Pada suatu pagi Anisa datang lebih dahulu di tempat bekerja. Ketika Ranti datang, dia mendapatkan Anisa hanya duduk termenung di sudut teras perusahaan. Kebetulan masih pagi benar, ruang absen belum juga dibuka oleh pak Idin, security yang bertugas mengurus absen harian para karyawan. "Kamu kenapa Nis, kok pagi pagi sudah melamun begitu?" tanya Ranti. Anisa menggeleng tanpa ekspresi. Nampak dari sorot matanya ada sesuatu yang disembunyikan. Ranti tidak melanjutkan pertanyaan, mereka berdua segera beranjak menuju ruang absen yang baru saja dibuka.

            Ketika jam istirahat makan siang tiba Ranti seperti biasanya mengajak Anisa untuk santap bersama di samping musholla. Di sana ada bangku tua yang masih kokoh dan enak unruk tempat makan. Tanpa ditanya tiba - tiba Anisa langsung berkata "Tadi malam akau mendapat telpon  dari kakak Ran." Ranti belum menjawab apa - apa karena sesendok nasi sudah mendarat di mulutnya. Anisa pun tidak melanjutkan kata - katanya lagi. Dia langsung membuka 'tupperware" yang berisi nasi dan tumis kol serta ikan suir. Hampir selesai makan, nampak pak Idin datang menghampiri mereka berdua sambil berkata "Mbak Anisa diundang ke ruang pimpinan sekarang juga." Anisa dan Ranti saling menatap. Pak Idin  tetap berdiri menunggu Anisa yang masih kebingungan.

      

Komentar

  1. Cerpen yang bagus. Adakah kelanjutannya? Ditunggu ya...

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Bakal jadi cerita bersambung ini...bagus banget Bu, bikin pembaca penasaran.

    BalasHapus
  4. Maaf salah ketik maksudnya tulisan cerpen πŸ™

    BalasHapus
  5. Jadi penasaran ni dwngan kelanjutan ceritanya, memang cerbung ya bu?

    BalasHapus
  6. Masya Allah terima kasih banyak atas respon sahabat semua. Wah, kok pengen ngarang lagiπŸ€—πŸ™πŸ™πŸ™

    BalasHapus
  7. Wahhh penasaran nih...ada apa ya،.

    BalasHapus
  8. Jd pnadaran kg nih.. Di tunggu klnjutannya...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SEKAWAN

                 Reza, Fary, dan Rival adalah tiga bocah yang tinggal di sebuah desa. Nama desa itu adalah "Desa Nunu". Entah bagaimana ceritanya sehingga desa itu diberi nama demikian. Selintas info yang dilansir dari para totua (orang tua) yang masih hidup,  bahwa pada zaman dahulu di tepi desa itu di sebuah perbukitan hidup sebuah pohon raksasa. Namanya dalam bahasa setempat adalah "Nunu". Kini baru diketahui ternyata"Nunu" itu adalah "pohon Beringin".         Usia  para bocah itu sekitar 9   dan 10 tahun. Mereka sekolah di sebuah madrasah di desanya kelas tiga. Yang unik adalah ketiga bocah cilik alias bocil ini sesungguhnya tidak tinggal berdekatan meskipun masih satu kampung. Reza tinggal di seberang timur sungai, Fary dan Rival di tepi sungai bagian barat. Lalu, bagaimana ceritanya mereka bisa berteman dan bermain bersama?        ...

KEPERGOK

           Aku dan Oriza teman sebangku. Oriza manis, berperawakan agak pendek berisi dan berkulit putih. Matanya cenderung kecoklatan. Rambutnya sebahu dan agak bergelombang. Istilah kami "rambut ba holven. " Temanku ini punya pembawaan yang luwes sehingga banyak cowok yang naksir dia. Baik itu teman sekelas atau kelas lain. Bisa dikatakan idola begitu.           Usai Magrib Oriza datang ke rumahku untuk memberitahu agar besok saya siapkan baju ganti dari rumah. Katanya kami mau nonton ke bioskop dan dia yang akan bayar harga tiket.Ow, why not, dengan senang hati pikirku. "Besok, sebelum ke bioskop kita ke rumahku dulu pamit sama mamaku", ujar Oriza. "Bilang kita pergi belajar kelompok begitu",  Oriza  menjelaskan dan aku pun hanya terdiam. Aku terus berpikir malam itu karena ada skenario yang harus aku jalankan esok.           Seusai sekolah lakon yangtelah...