Langsung ke konten utama

TIGA SEKAWAN

 

 


             Reza, Fary, dan Rival adalah tiga bocah yang tinggal di sebuah desa. Nama desa itu adalah "Desa Nunu". Entah bagaimana ceritanya sehingga desa itu diberi nama demikian. Selintas info yang dilansir dari para totua (orang tua) yang masih hidup,  bahwa pada zaman dahulu di tepi desa itu di sebuah perbukitan hidup sebuah pohon raksasa. Namanya dalam bahasa setempat adalah "Nunu". Kini baru diketahui ternyata"Nunu" itu adalah "pohon Beringin".

        Usia  para bocah itu sekitar 9  dan 10 tahun. Mereka sekolah di sebuah madrasah di desanya kelas tiga. Yang unik adalah ketiga bocah cilik alias bocil ini sesungguhnya tidak tinggal berdekatan meskipun masih satu kampung. Reza tinggal di seberang timur sungai, Fary dan Rival di tepi sungai bagian barat. Lalu, bagaimana ceritanya mereka bisa berteman dan bermain bersama?

            Meskipun tinggal di tempat berbeda, namun tiga bocil ini satu sekolah yakni di Madrasah Ibtidaiyah Muhamadiyah desa Nunu. Setiap hari Reza akan menyeberangi sungai dengan sampan kecil milik ayahnya. Itu dilakukan untuk segala keperluan, apakah berangkat ke sekolah atau pulang sekolah. Dahulu memang Reza dan keluarganya tinggal di tepi sungai bagian barat. Namun, karena sesuatu hal mereka harus pindah ke seberang sungai bagian timur.

            Sebenarnya akses jalan ke ‘Nunu’ bagian barat dari tempatnya Reza bukan hanya melalui sungai semata. Jalan lain ada akan tetapi jarak tempuhnya lebih jauh karena harus memutar arah. Yah, syukurlah ayah Reza yang seorang ‘tukang kayu’ memiliki perahu sendiri meski sederhana. Perahu inilah yang bisa membantu transportasi mereka dari timur ke barat atau sebaliknya.

Setiap hari mereka selalu bermain bersama. Ada saja yang dilakukan misalnya main bola di lapangan darurat bekas kebun atau menyelam di dalam kolam pemancingan yang ada di pinggiran sungai Palu. Bahkan tidak jarang mereka mandi - mandi di sungai ketika air dangkal.

         Mandi di sungai Palu ibarat suatu perbuatan kriminal yang harus dicegah oleh orang tua atau orang dewasa yang melihat jika ada anak anak yang mandi mandi di sungai. Mengapa itu menjadi sebuah pelanggaran hukum bagi anak anak ? Jawabannya di sungai sering muncul buaya dan juga sudah banyak  orang yang tenggelam atau terbawa arus sungai hingga meninggal.

         Namun begitu anak anak tetaplah anak anak. Mereka masih sering melanggar yang penting situasi aman dan tidak ketahuan. Praktek menyelam untuk mendapatkan tude (sejenis kerang) di dasar sungai sering mereka lakukan. Haslinya dibawa pulang ke rumah lalu direbus atau digoreng. Narasa disantap bersama nasi panas (Narasa; bahasa Kaili :enak)

        Malam hari mereka juga selalu bersama, kecuali Reza yang sejak sore hari sudah dijemput oleh ayahnya. Setelah sholat Magrib Fary dan Rival bersama anak anak yang lain mengaji  dan lanjut shalat Isya di  masjid Nurul Yaqin yang para pengurusnya adalah paman mereka sendiri. Setelah itu pulang makan malam di rumah masing masing. Tidak puas, mereka lanjut lagi bermain di lapangan bola dekat rumah. Entah main kelar atau sepeda bersama anak anak kampung yang lain, yang jelas mereka selalu melanjutkan naluri bermainnya.

        Ketika orang tua datang mencari dan memanggil pulang, barulah mereka bubar tanpa perlawanan. Bagaimana kisah Reza, Fary, dan Rival di hari selanjutnya?  Kita tunggu ya?

 

 

 

Komentar

  1. Memberanikan diri partisipasi dalam lomba blog PGRI 28 hari. Mohon Krisan sahabat semua. Ini cerita fiksi pertama bagi saya sebagai seorang pemula dalam kegiatan menulis. Terima kasih 🙏🙏🙏

    BalasHapus
  2. Hallo kakak salam literasi. Wah suka deh ceritanya menginspirasi saya menulis masa kecil dulu dengan suka main di kali. Kalau kritik ga ada deh, kalau saran karena temanya saya temukan banyak dr cerita ada persahabatan, kenakalan masa kecil juga, sungai yang membelah kehidupan, masyarakat yg religi, nutua yg menjunjung adat juga, mungkin bs diambil salah satu diperdalam dan dipertajam dengan kearifanlokal khas gaya penceritaan kakak yang mengalir lagi ceria kerasanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas saran yang diberikan. Semangat

      Hapus
  3. Hmm narasa... kalau Sunda bilang mirasa.. nikmat...
    Seru banget kayaknya nih kisah trio bocil...

    BalasHapus
  4. Hmm narasa... kalau Sunda bilang mirasa.. nikmat...
    Seru banget kayaknya nih kisah trio bocil...

    BalasHapus
  5. Hmm narasa... kalau Sunda bilang mirasa.. nikmat...
    Seru banget kayaknya nih kisah trio bocil...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bahasa nusantara satu rumpun ya bunda...jadi pasti ditemukan kemiripan kata. Terima kasih

      Hapus
  6. Masa anak-anak masa bermain. Indahnya. Lanjut cerita 3 bocilnya.

    BalasHapus
  7. Iya pak Opin ini baru merangkak sambil terus melihat panduan yang diberikan di selasa berbagi.

    BalasHapus
  8. Lanjut...
    Diberi dialog sepertinya akan semakin seru kisah tiga bocil ini.. Hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insyaallah pada lanjutannya akan banyak petikan dialog. Terima kasih 🙏

      Hapus
  9. Akan saya tunggu di bawah "nunu". Menyeberang adalah kisaku juga. Ditunggu kelanjutannya, ya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap Pak D. Mencoba menulis yang ada di sekeliling. Terima kasih 🙏

      Hapus
  10. Balasan
    1. Mencoba tulisan yang diketahui dengan baik. Terima kasih 🙏

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSOK BAYANGAN (2)

    Tim pencari keberadaan Reza terus bergerak menghampiri bayangan yang dimaksud. Satu, dua, tiga hap! Mereka memastikan obyek yang nampak berwarna hitam dan sedang duduk. "Reza, iko mo?" (Reza, kamu itu?) Nenek Sadiyah merapat diikuti oleh ayah Rival dan beberapa yang lain. Semakin dekat semakin jelas. Disentuh. Ternyata itu adalah karung berisi sesuatu yang disandar di pinggir sungai dekat batu yang biasanya dipakai duduk. "Astaga!"  ucap Fari sedikit kecewa. Ini makanan kuda papa Syawal, biasa memang ditaruh di sini. Yang lain pun ikut loyo dengan drama pencarian yang penuh harap tadi. Rupanya Reza tidak ada. Sambil memutar akal mereka istirahat dulu di bangku - bangku milik tante Patoma yang biasa jualan kopi di tepi sungai siang hingga sore hari. "Berimbamo hii, ledo ria Reza nikava nabobayamo," kata nenek Sadiyah dalam bahasa Kaili. Artinya "Bagaimana ini, Reza tidak ditemukan sementara sudah menjelang Subuh." Memang saat itu waktu menunju...

NIHIL

  Setelah menyorotkan cahaya senter ke sekeliling dalam dan luar warung, Ayah Rival yang sering dipanggil dengan 'Tata' belum menemukan tanda ada orang lain di sekitar itu selain mereka. Lalu, yang didengar Fari tadi apa? Khayalan atau memang sebuah bisikan gaib? Tanda tanya besar untuk semua ini. Dengan harapan apa yang didengar Fari tadi adalah dengkuran Reza, nenek Sadiyah terus memanggil nama Reza. Suaranya memecah keheningan yang menyelimuti saat itu. Di tepi sungai, tengah malam  hingga menjelang Subuh seperti ini, siapa yang mau sebenarnya. Mending tidur di rumah. Kasur empuk dan peluk bantal sambil pakai buya (baca:sarung). Di k ejauhan terdengar ayam jago sudah mulai berkokok tanda Subuh menjelang. Deru sungai makin jelas merekam semua aktivitas mereka sejak beberapa jam yang lalu. Sementara target pencarian masih nihil. "Buuug, byurrr...terdengar dari arah bawah sungai. Suara apa itu? Semua menoleh dan saling memandang tanpa suara dalam keremangan Subuh. Ada yang...

PULANG (29)

Bila hati sudah tak suka, mau diapakan lagi. Seribu kali dipaksa pun mungkin tidak akan berhasil. Begitulah kira - kira kondisi hati Reza saat itu. Ia berusaha mengalihkan perhatiannya pada kegiatan - kegiatan rutin di pondok. Namun, itu hanya ilusi sesaat. Penuh kepalsuan, pura - pura saja. Sekedar jaga image istilah anak - anak sekarang. Yang ada dalam ingatannya hanyalah situasi bebas dan nyaman di kampung nun jauh di sana. Kampung tercinta yang terletak di bantaran sungai Palu. Kampung yang masih alami meski letaknya tidak jauh dari ibu kota provinsi Sulawesi Tengah. Kampung itu sangat terkenal karena namanya. Nama khusus yang berasal dari nama sebuah pohon besar yaitu Nunu.  Pada zaman dahulu, zaman kakek dan nenek buyutnya  para bocil tiga sekawan hidup sebatang pohon besar di pinggir bukit di kampung itu. Namanya adalah Nunu dalam bahasa daerah setempat. Ternyata pohon tersebut adalah pohon Beringin. Dalam naungan pohon yang menjadi salah satu lambang dalam dasar negar...