Tepi sungai Palu yang masuk wilayah tempat tinggal tiga bocah sekawan dahulunya ditumbuhi oleh rerumputan dan semak yang tidak terlalu rimbun. Akses jalan menuju sungai hanyalah jalan setapak dengan semak di kiri kanannya. Tempat ini setiap hari dilewati oleh mereka yang tinggal tidak jauh dari sungai untuk berbagai keperluan sehari - hari (mandi, mencuci, memandikan hewan, dan juga mengambil air untuk menyiram tanaman di kebun mereka).
Nilai estetikanya adalah di tepi sungai tumbuh beberapa batang pohon kelapa yang jaraknya agak berjauhan satu dengan yang lainnya. Selain itu posisinya agak tinggi dbandingkan sungai atau bertebing. Di siang hari banyak kaum remaja yang datang melepas lelah di sini sambil duduk - duduk .Biasanya juga mereka datang untuk mencuci sekaligus menjemur pakaian di tepian. menunggu cucian kering, mereka makan siang dari bekal yang mereka bawa dari rumah sambil menikmati kesejukan angin di siang hari.
Seiring berjalannya waktu, perubahan juga terjadi. Penduduk mulai bertambah. Banyak yang rela menjual kebunnya yang ada di tepi sungai kepada orang lain yang menjadikan tanah sebagai ladang investasi masa depan. Apalagi saat itu harga tanah yang terletak di bantaran sungai sangatlah rendah. Perlahan tapi pasti sudah ada yang membangun rumah. Tahun berganti tahun, pemukiman menjadi ramai di sekitarnya. Resiko membangun di okasi yang tidak jauh dari sungai seolah tidak diperdulikan lagi.
Apalagi ketika hujan deras di hulu sungai, maka daerah inilah yang menampung luapan airnya sehingga sering meluap ke pemukiman masyarakat yang tidak jauh dari situ. Namun hal ini jarang terjadi, hanya sesekali manakala hujan turun berhari - hari.
Mengantisipasi banjir kiriman dari daerah - daerah hulu sungai di bagian atas, pemerintah kota membangun tanggul di sepanjang bantaran sungai kiri dan kanan. Selain itu dibangun pula jalan semen yang untuk pengendara motor dan pejalan kaki di sisi sungai,
Pemandangan berubah total. Sungai yang tadinya tempat bersemak, kini menjadi lintas yang menghubungkan jalan yang ada di sekitarnya. Di sore hari semakin banyak yang datang bersantai di sini sambil makan sio may yang juga sudah stay di tempat ini sejak siang hari. Pepohonan yang masih dibiarkan tumbuh tidak menghilangkan kesejukan tepi sungai Palu.
Beberapa tahun kemudian di tepi sungai ini juga dibangun sebuah tempat yang dapat digunakan sebagai tempat hiburan atau bersantai di sore hari. Tempat itu mirip dengan taman hiburan mini. Di dalamnya terdapat arena bermain untuk anak - anak (playground), kolam pemancingan yang di dalamnya disebar ribuan bibit ikan. Selain itu gedung pertemuan atau gelanggang pertunjukan juga ada. Di tepi sungai dibangun banyak gasebo yang dilengkapi dengan fasilitas internet gratis untuk masyarakat setempat.
Tempat itu diberi nama dengan Tanggul Nosarara yang dalam bahasa daerah Kaili berarti Tanggul Persaudaraan. Pendiriannya dilakukan oleh seorang dokter putra asli Nunu yang sudah berhasil. Ini menjadi sebuah kebanggaan bagi masyarakat setempat yang tadinya terbatas akan fasilitas umum seperti ini.
Kini, setiap ada kegiatan lomba dalam rangka perayaan hari - hari besar selalu dilaksanakan di Tanggul Nosarara kebanggaan masyarakat Nunu. Sebuah ikon yang secara perlahan bisa memberi ruang gerak bagi para generasi/ calon generasi muda merangkak perlahan berkembang dalam ikatan nilai - nilai tradisional yang tetap dipertahankan.
Komentar
Posting Komentar