Langsung ke konten utama

PINDAH SEKOLAH (23)

 

Tanpa terasa tiga bocah sekawan perlahan tapi pasti tumbuh dan berkembang mengikuti usia yang semestinya. Kalau dilihat dari segi fisik, mereka bukan bocah ingusan lagi. Tahun depan insha Allah mereka akan menempuh ujian nasional atau disingkat dengan UN. Di sekolah Madrasah Ibtidaiyah, ujian biasanya dilakukan dua kali. Yang pertama ujian khusus Madrasah dan yang berikutnya ujian mata pelajaran umum sebagaimana di sekolah dasar negeri pada umumnya.

Kondisi seperti ini mengharuskan para siswa MI harus belajar ekstra karena jumlah mata pelajaran lebih banyak dan spesifik keagamaan. Mereka butuh waktu belajar yang lebih dan sungguh - sungguh.  Untuk mengatasi keadaan ini sekolah biasanya menyelenggarakan pembelajaran tambahan di luar jam wajib  yang dimulai sejak pagi hari. Kegiatan belajar tambahan ini mengambil waktu usai shalat Zuhur hingga shalat Ashar. Dijadwalkan setiap hari kecuali hari Jum'at.

Model pembelajaran  seperti ini tidak asing lagi bagi keluarga Fari. Dua orang kakaknya juga jebolan MI. Untuk mengantisipasi semua ini,  ibunya Fari berinisiatif untuk memindahkan Fari ke MI yang lain, dimana lokasinya di luar kampung yang mereka tinggali. Intensitas bermain yang cukup tinggi bagi anak - anak seusia mereka menjadi salah satu alasan utama kenapa Fari sebaiknya pindah sekolah. "Jangan bermain terus nak, ingat juga belajar!" kata ibunya pada suatu malam. "Matamu merah dan wajahmu kelelahan karena bermain seharian. Tidak tahu kemana semua kamu sepanjang hari. Tidur siang juga tidak pernah," celoteh ibu Fari tanpa jeddah. "Iya Mak! saya tahu juga itu kasian," balas Fari cuek. Rasa lelah yang sangat membuat Fari tidak bergairah dinasihati dan tertidur di depan TV. "Ini anak mulai sulit diatur. Lagi pula sudah kelas 5 modelnya begini terus. Bikin pusing" Ibunya Fari mengomel terus melihat anaknya yang satu ini agak sulit diatur.

Selang beberapa minggu kemudian, Fari makin getol bermain. Apalagi dengan adanya rental Play Station yang dibuka di kampung itu membuat anak - anak banyak menghabiskan waktunya di sana. Setelah diberikan pandangan atau nasihat secara perlahan, Fari akhirnya mau  dipindahkan ke sekolah yang sudah direncanakan. Kebetulan juga lokasi sekolah tersebut tidak jauh dari rumah paman Fari. Jadi Fari bisa singgah di sana ketika pulang sekolah sambil menunggu ayahnya untuk menjemput.

Rupanya kedaan ini juga dirasakan oleh orang tua Reza. Dengan alasan yang hampir mirip dengan Fari, Reza pun diusahakan pindah ke sekolah dasar negeri yang juga ada di kampung itu. Salah satu alasannya adalah Reza tidak menguasai beberapa mata pelajaran Madrasah. Sebagai solusinya ia pindah ke sekolah umum. Tentu ini juga demi kebaikannya.

"Rival, jangan sedih kasian untuk sementara kita berpisah sekolah dulu," kata Reza. "Iya Rival kalau pulang sekolah atau hari Minggu kita tetap main sama - sama," Fari menambahkan. Mereka bertiga bertemu di masjid ketika shalat Magrib. Rival yang agak pendiam itu hanya tersenyum samar tanpa suatu kata. Ia nampak bingung juga kenapa kedua sahabatnya itu harus pindah sekolah. Bukankah  saat ini mereka sudah duduk di bangku kelas 5? Berarti tinggal satu tahun  lagi mereka akan tamat dari sekolah itu, Insha Allah. 

Yang jelas kepindahan Reza dan Fari semata untuk mencari solusi agar mereka siap menghadapi ujian kelas 6 tahun depan. Beruntunglah orang tua mereka meski tinggal di kampung, namun masih memiliki pemahaman terhadap  pendidikkan anak - anak mereka.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SEKAWAN

                 Reza, Fary, dan Rival adalah tiga bocah yang tinggal di sebuah desa. Nama desa itu adalah "Desa Nunu". Entah bagaimana ceritanya sehingga desa itu diberi nama demikian. Selintas info yang dilansir dari para totua (orang tua) yang masih hidup,  bahwa pada zaman dahulu di tepi desa itu di sebuah perbukitan hidup sebuah pohon raksasa. Namanya dalam bahasa setempat adalah "Nunu". Kini baru diketahui ternyata"Nunu" itu adalah "pohon Beringin".         Usia  para bocah itu sekitar 9   dan 10 tahun. Mereka sekolah di sebuah madrasah di desanya kelas tiga. Yang unik adalah ketiga bocah cilik alias bocil ini sesungguhnya tidak tinggal berdekatan meskipun masih satu kampung. Reza tinggal di seberang timur sungai, Fary dan Rival di tepi sungai bagian barat. Lalu, bagaimana ceritanya mereka bisa berteman dan bermain bersama?        ...

KEPERGOK

           Aku dan Oriza teman sebangku. Oriza manis, berperawakan agak pendek berisi dan berkulit putih. Matanya cenderung kecoklatan. Rambutnya sebahu dan agak bergelombang. Istilah kami "rambut ba holven. " Temanku ini punya pembawaan yang luwes sehingga banyak cowok yang naksir dia. Baik itu teman sekelas atau kelas lain. Bisa dikatakan idola begitu.           Usai Magrib Oriza datang ke rumahku untuk memberitahu agar besok saya siapkan baju ganti dari rumah. Katanya kami mau nonton ke bioskop dan dia yang akan bayar harga tiket.Ow, why not, dengan senang hati pikirku. "Besok, sebelum ke bioskop kita ke rumahku dulu pamit sama mamaku", ujar Oriza. "Bilang kita pergi belajar kelompok begitu",  Oriza  menjelaskan dan aku pun hanya terdiam. Aku terus berpikir malam itu karena ada skenario yang harus aku jalankan esok.           Seusai sekolah lakon yangtelah...

Anisa

           Di perusahaan itu hanyalah Ranti yang paling mengerti dirinya. Kepribadian Anisa yang cenderung tertutup membuat banyak karyawan lain kurang bergaul dengannya. Ranti memang sudah bekerja lebih dari setahun di perusahaan pengolah rotan tersebut. Sedangkan Anisa baru masuk sekitar enam bulan yang lalu. Sebenarnya Ranti tidak begitu sreg bergaul dengan Anisa. Bila diajak sering menolak. Bila tidak diajak kasihan, dia seorang diri.           Pada suatu pagi Anisa datang lebih dahulu di tempat bekerja. Ketika Ranti datang, dia mendapatkan Anisa hanya duduk termenung di sudut teras perusahaan. Kebetulan masih pagi benar, ruang absen belum juga dibuka oleh pak Idin, security yang bertugas mengurus absen harian para karyawan. "Kamu kenapa Nis, kok pagi pagi sudah melamun begitu?" tanya Ranti. Anisa menggeleng tanpa ekspresi. Nampak dari sorot matanya ada sesuatu yang disembunyikan. Ranti tidak melanjutkan pe...