Kampungku idolaku. Surganya kuliner. Semua ada di sana. Mulai jajan pasar, sayur, lauk kesukaanku semua ada di sana. Inilah yang menjadi sasaran utama para perantau bila pulang kampung. Istilahnya cuci leher. Daerah lembah dengan iklim yang tidak menentu, kadang kemarau panjang dan terkadang pula hujan tiba tiba turun dalam cuaca yang panas. Dengan kondisi seperti itu daerah ini memang sepintas tidak subur. Namun, Tuhan tidak pernah menciptakan sesuatu tanpa manfaat. Maha Besar Allah dengan berbagai ciptaanNYA.
Di daerah panas yang memang menjadi perlintasan garis katulistiwa ini ternyata banyak menyimpan hasil bumi berupa tanaman khas yang masih alami dan tidak sama dengan yang ada di daerah lain. Hasil kebun yang dipasarkan tidak ada yang karbitan. Semua masih asli, masak atau tua dari pohonnya baru dipetik. Sebagai contoh adalah tanaman pisang, baik itu pisang buah (pisang ambon tolare/pisang ambon gunung yang berwarna kuning pekat) maupun pisang untuk olahan (pisang goreng, pisang rebus, lapis pisang, sangkara wae/nagasari, palu butung dll). Semua masih asli dan mudah didapatkan di pasar tradisional terutama pada hari - hari pasar yakni hari Senin dan Jum'at.
Kalau untuk kuliner, semuanya diolah oleh penduduk asli yang memang sangat memahami seluk beluk meracik dan memasak, warisan turun temurun. Kalau memang ada makanan yang sudah dimodifikasi atau makanan modern, maka konsumennya sebagian besar adalah para generasi milenial.
Sehingga tidak heran bila masakan para totua dan sarara (orang tua dan saudara) sangat digemari dan menjadi rebutan khusus bagi komunitas alergi makanan siap saji.
Nasi kuning khas Nunu memang sangat terkenal. Bukan hanya pada pagi hari, malam hari pun penjual nasi kuning bertebaran. masing - masing dengan ciri khas rasa yang berbeda. Di sepanjang jalan utama kampung yang banyak dilalui para pengendara banyak meja - meja jualan tradisonal yang parkir. Selain berisi bungkusan daun nasi kuning, di sana banyak pula aneka rupa kue tradisional buatan kampung asli.
Untuk nasi kuning malam yang paling terkenal adalah nasi kuning Tante Deli. Uniknya nasi kuning ini baru bisa dinikmati menjelang jam 11 atau jam 12 tengah malam. Sehingga para pembelinya adalah mereka yang sering melekan atau begadang.
Akan tetapi karena sudah suka sekali dengan rasanya yang khas, maka orang rela tidur lebih dahulu baru membeli nasi kuning tante Deli ini. Di tengah malam yang sepi banyak orang yang masih antri di halaman rumahnya.
Semua orang juga pada heran mengapa tante Deli jualan nasi kuning tengah malam. Mengapa tidak membuatnya sejak sore hari sehingga pembeli tidak terlalu lama menunggu.
"Nakuya muni ta Deli ledo noriapu nasalisa. Nangantu kita nopea," ujar seorang pembeli dalam bahsa Kaili yang artinya kenapa Deli tidak masak cepat. Kita sampai mengantuk menunggu. "Eh, vesia mamimo ia, ane lenabongi lenoriapu. Domo ya tongorakamo. Apa kita nompokona anuna danapane, navangi," jawab seorang ibu muda yang juga sudah lama duduk menunggu di teras. Artinya memang sudah begitu adanya, kalau tidak malam tidak memasak dia. Sudahlah tunggu saja. karena kita memang suka nasi kuningnya yang masih panas dan harum.
Begitulah adanya tante Deli, tidak mampu lagi mengubah kebiasaannya itu. Sehingga bagi mereka yang memang penggemar berat akan rela menunggu sampai terkantuk - kantuk.
Komentar
Posting Komentar