Langsung ke konten utama

KERIKIL PENGHALANG (25)

"Ayo Fari bangun! matahari sudah tinggi. Mau sekolah tidak kamu?" Ibunya membangunkan Fari sambil mengguncang badannya yang masih terbungkus sarung itu. Fari hanya menjawab pelan, "Malas saya ke sekolah hari ini"   Ibu Fari tambah kesal melihat anaknya mandek sekolah seperti iti. "Kemarin malas hari ini malas lagi. Kapan sekolah yang benar ini? "

Setelah masuk SMP, Fari lebih banyak bolosnya daripada hadir di sekolah. Berbagai alasan ia kemukakan pada orang rumah. Misalnya  sudah terlambat, takut dihukum guru BP, belum kerja PR, belum menghafal, dan masih banyak alasan lain yang disampaikan. Kondisi ini membuat orang tua resah dan berpikir terus. Apa sesungguhnya mau anak - anak ini. Di sisi lain pihak sekolah pasti akan menghubungi melalui wali kelas bila siswa tiga hari tanpa kabar berita. Bagaimana aku harus menjawab. Mengatakan sakit, rasanya itu sangat tidak baik karena berbohong. Bukankah bohong yang satu akan menghadirkan bohong berikutnya? Mendingan jawab saja yang jujur bahwa si Fari memang ada masalah kelihatannya sehingga tidak mau ke sekolah. Ibunya  terus berpikir sambil  duduk merenung lesu melihat perkembangan baru bocah ingusan yang kini beranjak remaja.

Pada suatu sore ibunya Reza bertemu ibunya Fari di tempat jual pisang goreng di depan kompleks Madrasah. Beliau juga curhat tentang Reza yang juga mulai menunjukkan perilaku sama dengan Fari. Penyakit sejenis muncul, rasa malas. Ketika ditanya mereka juga hanya bungkam. Mungkin takut dimarahi orang tua sehingga memilih hanya diam.

Hal ini sudah disampaikan ke guru BP melalui wali kelas. Fari juga langsung dikonseling. Namun yang bersangkutan juga tidak mengatakan ada apa sebenarnya, sehingga tidak bergairah ke sekolah. Atau itu juga bukan sekolah pilihan hati barangkali. Masuk disitu karena tidak ada pilihan lain lagi. Ketika di tengah jalan, semangat untuk terus sekolah, kendor. Memang seringkali rasa tidak nyaman memicu sesuatu yang tidak nyaman pula. Anak enggan ke sekolah dan orang tua pun jadi bingung dibuatnya.

Demikianlah profil anak sekolah masa kini. Mereka dengan mudah mengatakan suka atau tidak suka atas sesuatu. Makin keras orang tua, makin liar mereka. Sebaliknya orang tua yang lemah lembut sering tidak berdaya dengan ulah anaknya. Inilah potret perbedaan sistem pendidikan zaman dahulu dan kini. Anak yang sekolah, orang tua yang sibuk.

Entah bagaimana kondisi sekolah Fari dan Reza ke depannya. Tidak mungkin mereka dibiarkan seperti ini terus tanpa solusi. Beruntunglah Rival, ia tidak banyak tingkah dan cenderung menurut pada orang tuanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SEKAWAN

                 Reza, Fary, dan Rival adalah tiga bocah yang tinggal di sebuah desa. Nama desa itu adalah "Desa Nunu". Entah bagaimana ceritanya sehingga desa itu diberi nama demikian. Selintas info yang dilansir dari para totua (orang tua) yang masih hidup,  bahwa pada zaman dahulu di tepi desa itu di sebuah perbukitan hidup sebuah pohon raksasa. Namanya dalam bahasa setempat adalah "Nunu". Kini baru diketahui ternyata"Nunu" itu adalah "pohon Beringin".         Usia  para bocah itu sekitar 9   dan 10 tahun. Mereka sekolah di sebuah madrasah di desanya kelas tiga. Yang unik adalah ketiga bocah cilik alias bocil ini sesungguhnya tidak tinggal berdekatan meskipun masih satu kampung. Reza tinggal di seberang timur sungai, Fary dan Rival di tepi sungai bagian barat. Lalu, bagaimana ceritanya mereka bisa berteman dan bermain bersama?        ...

KEPERGOK

           Aku dan Oriza teman sebangku. Oriza manis, berperawakan agak pendek berisi dan berkulit putih. Matanya cenderung kecoklatan. Rambutnya sebahu dan agak bergelombang. Istilah kami "rambut ba holven. " Temanku ini punya pembawaan yang luwes sehingga banyak cowok yang naksir dia. Baik itu teman sekelas atau kelas lain. Bisa dikatakan idola begitu.           Usai Magrib Oriza datang ke rumahku untuk memberitahu agar besok saya siapkan baju ganti dari rumah. Katanya kami mau nonton ke bioskop dan dia yang akan bayar harga tiket.Ow, why not, dengan senang hati pikirku. "Besok, sebelum ke bioskop kita ke rumahku dulu pamit sama mamaku", ujar Oriza. "Bilang kita pergi belajar kelompok begitu",  Oriza  menjelaskan dan aku pun hanya terdiam. Aku terus berpikir malam itu karena ada skenario yang harus aku jalankan esok.           Seusai sekolah lakon yangtelah...

Anisa

           Di perusahaan itu hanyalah Ranti yang paling mengerti dirinya. Kepribadian Anisa yang cenderung tertutup membuat banyak karyawan lain kurang bergaul dengannya. Ranti memang sudah bekerja lebih dari setahun di perusahaan pengolah rotan tersebut. Sedangkan Anisa baru masuk sekitar enam bulan yang lalu. Sebenarnya Ranti tidak begitu sreg bergaul dengan Anisa. Bila diajak sering menolak. Bila tidak diajak kasihan, dia seorang diri.           Pada suatu pagi Anisa datang lebih dahulu di tempat bekerja. Ketika Ranti datang, dia mendapatkan Anisa hanya duduk termenung di sudut teras perusahaan. Kebetulan masih pagi benar, ruang absen belum juga dibuka oleh pak Idin, security yang bertugas mengurus absen harian para karyawan. "Kamu kenapa Nis, kok pagi pagi sudah melamun begitu?" tanya Ranti. Anisa menggeleng tanpa ekspresi. Nampak dari sorot matanya ada sesuatu yang disembunyikan. Ranti tidak melanjutkan pe...