Langsung ke konten utama

HOMESICK (28)

 "Tidak  terasa sudah satu bulan saya di sini le,"  kata Reza. "Iya, benar itu Reza. kalau saya belum sampai satu bulan, karena memang kamu yang lebih dulu datang ke sini waktu itu,"  jawab Fari tenang sambil memperhatikan Reza yang memandang lurus ke luar. Entah apa yang dilihatnya. Kelihatan hari itu perasaan ingat rumah sendiri sudah mulai menyelimutu hati anak perantau dadakan ini. "Siapa suruh datang di Jawa, siapa suruh datang di Jawa, sendiri suka sendiri rasa adoh eh sayang!"  Fari bernyanyi menghibur hati sendiri dengan berpura - pura menyanyi.

"Tidak suka saya di sini Fari! saya mau tinggal dengan paman saja di rumahnya. Biar sekolah saja saya di pondok ini," kata Reza lagi. Fari hanya terdiam dan terlihat ikut berpikir juga tentang kondisi yang harus mereka hadapi. Rekan sesama anak pondok banyak yang tidak sepaham dengan mereka berdua. Latar belakang yang berbeda - beda satu dengan yang lain, tentu saja membutuhkan adaptasi yang cukup lama. Kebiasaan masing - masing juga menjadi penyebab terjadinya jarak di antara mereka.

Untuk peserta baru seperti Reza dan Fari tentu rasa segan akan tetap ada terhadap teman - temannya. Apalagi bila ada istilah junior  dan senior. Jelas yang masih junior harus patuh dan tunduk pada seniornya. Senioritas bisa saja dilihat dari segi usia, pengalaman, dan lamanya seseorang tinggal atau berkumpul dalam suatu lembaga seperti halnya pondok pesantren.

Karena sudah tidak tahan akhirnya Reza memberanikan diri menyampaikan keadaannya pada sang paman. Namun, pamannya msih berusaha membujuk Reza untuk tetap tinggal bersama Fari di pondok. Kasihan Fari kalau kamu tinggal dengan paman. Meskipun banyak teman yang lain, alangkah baiknya bila kalian berdua jangan berpisah Nak," kata pamannya. Reza hanya diam, kemudian mengangguk pelan di hadapan pamannya. "Aduh, rupanya tidak bisa keluar kalau begini," batin Reza.

Sebagai seorang anak yang patuh, maka Reza dan Fari tetap berusaha bertahan di pondok. Kasihan orang tua yang jauh di sana. Mereka telah berusaha semaksimalnya untuk bisa memberangkatkan mereka hingga saat ini menginjak Tanah Jawa. Jangan kita membuat malu orang tua dengan sikap yang kurang terpuji. Apalagi ini di kampung orang. Oh my God segala nasihat totua terdengar kembali seolah rekamannya di putar kembali. "Oh. . . mama, oh . . . papa aku ingin pulang. Jemput segera!" batin Reza seakan ingin berteriak. 

Sementara Fari berusaha mengalihkan situasi dengan  catra bergaul dengan anak santri yang lain. Ia tidak mau ikut larut dengan situasi rindu kampung halaman yang dipancarkan oleh Reza.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIGA SEKAWAN

                 Reza, Fary, dan Rival adalah tiga bocah yang tinggal di sebuah desa. Nama desa itu adalah "Desa Nunu". Entah bagaimana ceritanya sehingga desa itu diberi nama demikian. Selintas info yang dilansir dari para totua (orang tua) yang masih hidup,  bahwa pada zaman dahulu di tepi desa itu di sebuah perbukitan hidup sebuah pohon raksasa. Namanya dalam bahasa setempat adalah "Nunu". Kini baru diketahui ternyata"Nunu" itu adalah "pohon Beringin".         Usia  para bocah itu sekitar 9   dan 10 tahun. Mereka sekolah di sebuah madrasah di desanya kelas tiga. Yang unik adalah ketiga bocah cilik alias bocil ini sesungguhnya tidak tinggal berdekatan meskipun masih satu kampung. Reza tinggal di seberang timur sungai, Fary dan Rival di tepi sungai bagian barat. Lalu, bagaimana ceritanya mereka bisa berteman dan bermain bersama?        ...

KEPERGOK

           Aku dan Oriza teman sebangku. Oriza manis, berperawakan agak pendek berisi dan berkulit putih. Matanya cenderung kecoklatan. Rambutnya sebahu dan agak bergelombang. Istilah kami "rambut ba holven. " Temanku ini punya pembawaan yang luwes sehingga banyak cowok yang naksir dia. Baik itu teman sekelas atau kelas lain. Bisa dikatakan idola begitu.           Usai Magrib Oriza datang ke rumahku untuk memberitahu agar besok saya siapkan baju ganti dari rumah. Katanya kami mau nonton ke bioskop dan dia yang akan bayar harga tiket.Ow, why not, dengan senang hati pikirku. "Besok, sebelum ke bioskop kita ke rumahku dulu pamit sama mamaku", ujar Oriza. "Bilang kita pergi belajar kelompok begitu",  Oriza  menjelaskan dan aku pun hanya terdiam. Aku terus berpikir malam itu karena ada skenario yang harus aku jalankan esok.           Seusai sekolah lakon yangtelah...

Anisa

           Di perusahaan itu hanyalah Ranti yang paling mengerti dirinya. Kepribadian Anisa yang cenderung tertutup membuat banyak karyawan lain kurang bergaul dengannya. Ranti memang sudah bekerja lebih dari setahun di perusahaan pengolah rotan tersebut. Sedangkan Anisa baru masuk sekitar enam bulan yang lalu. Sebenarnya Ranti tidak begitu sreg bergaul dengan Anisa. Bila diajak sering menolak. Bila tidak diajak kasihan, dia seorang diri.           Pada suatu pagi Anisa datang lebih dahulu di tempat bekerja. Ketika Ranti datang, dia mendapatkan Anisa hanya duduk termenung di sudut teras perusahaan. Kebetulan masih pagi benar, ruang absen belum juga dibuka oleh pak Idin, security yang bertugas mengurus absen harian para karyawan. "Kamu kenapa Nis, kok pagi pagi sudah melamun begitu?" tanya Ranti. Anisa menggeleng tanpa ekspresi. Nampak dari sorot matanya ada sesuatu yang disembunyikan. Ranti tidak melanjutkan pe...